kehidupan pada masa bercocok tanam
Kehidupan
Sosial Ekonomi Masa Bercocok Tanam
I.
Pola
menetap (revolusi dalam kehidupan manusia)
Setelah masa berburu dan mengumpulkan
makanan dilampaui, maka manusia menginjak suatu masa kehidupan yang disebut
masa bercocok tanam. Pada masa ini masyarakat sudah memilih kehidupan tetap.
Mas ini sngat penting dalam sejarah perkembangan masyarakat dan peradaban, masa
ini beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber-sumber alam bertambah
cepat. Berbagai macam tumbuhan dan hewan sudah mulai dipelihara dan dijinakan.
Hal ini merupakan perkembangan kehidupan serta pola pikr masarakat yang mulai
meningkat seiring dengan tuntutan alam. Pada masa ini ada tanda-tanda cara
hidup menetap disuatu perkampungan yang terdiri atas tempat tinggal sederhana
yang didiami secara berkelompok oleh beberapa keluarga. Selain dari segi
teknologi dalam menghasilkan benda-benda untuk keperluan sehari-hari seperti
gerabah, pakaian dan alat-alat kerja mulai di tingkatkan, maka unsur
kepercayaan dalam kehidupan perkampungan mulai memainkan peranan yang penting.
Unsur kepercayaan sangat erat berhubungan dengan keinginan untuk meningkatkan
serta mempertahankan kesejahteraan dalam hidup bersama.
Masa
Bercocok Tanam
Masa bercocok tanam lahir melalui proses
yang sangat panjang yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia
prasejarah dalam memenuhi kebutuhan hidup pada masa sebelumnya. Betapa sulitnya
bertahan hidup dikala pleistosen dan pasca pleistosen yang tercermin dari
perkembangan budaya yang lambat dan memakan waktu yang amat panjang. Setelah cara hidup berburu dan mengumpulkan
makanan dilampaui, manusia menginjak suatu masa kehidupan yang disebut masa
bercocok tanam. Masa ini amat penting dalam sejarah perkembangan dan peradaban masyarakat
karena pada masa ini beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber-sumber
alam bertambah cepat.
Kehidupan sosial pada masa bercocok tanam
1. Telah
berubahnya cara pemenuhan kebutuhan hidup, yaitu dari foog gathering ke food
producing.
2. Diduga
pada masa ini telah terbentuk desa-desa kecil semacam pendukuhan. Pada setiap
dukuh terdapat beberapa tempat tinggal yang dibangun tidak secara beraturan.
Kemudian rumah bertiang yang akhirnya menjadi tempat tinggal selanjutnya yang
merupakan bentuk perkembangan rumah.
3. Kehidupan
bercocok tanam nya dikenal dengan berhuma, yaitu teknik bercocok tanam dengan
cara membersihkan hutan dan menaminya.
4. Telah
tinggal menetap di suatu tempat, mereka tinggal di sekitar huma tersebut,
denagan cara bercocok tanam dan memelihara hewan-hewan jenis tertentu.
5. Dengan
hidup menetap, merupakan titik awal dan
perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai kemajuan.
6. Jumlah
anggota kelompoknya semakin besar sehingga membuat kelompok-kelompok
perkampungan , meskipun mereka masih sering berpindah tempat tinggal.
7. Populasi
penduduk meningkat, usia rata-rata manusia masa ini 35 tahun.
Kehidupan
ekonomi pada masa bercocok tanam
1. Mereka
telah mengenal sistem barter. Sistem barter merupakan langkah awal bagi
munculnya sistem perdagangan/sistem ekonomi dalam masyarakat.
2. Hubungan
antara anggota masyarakat semakin erat baik itu di lingkungan daerah tersebut
maupun di luar daerah.
3. Sistem
perdagangan semakin berkembang seiring dengan semakin berkembangnya kehidupan
masyarakat.
4. Untuk
memperlancar diperlukan suatutempat khusus bagi pertemuan antara pedagang dan
pembeli yang pada perkembangannya disebut dengan pasar.
5. Dalam
hasil kegiatan bercocok tanam, telah dihasilkan keladi, sukun dan jenis
buah-buahan seperti Durian, Manggis, Rambutan, Duku, Kelapa, dll.
II.
Manusia
pendukung dan kebudayaan Bacson-Hoabin
v Manusia pendukung
Ciri-ciri manusia pada masa bercocok
tanam menunjukan ciri-ciri ras mongoloid dan austramelanosoid. Kekosongan dalam
pengetahuan tentang manusia periode ini dapat diperhatikan dengan sisa-sisa
manusia dari masa tersebut dari negara tetangga, seperti Thailand, Vietnam dan
Malaysia. Di Thailand pada masa itu populasi sudah banyak memperlihatkan
ciri-ciri Mongoloid seperti dibuktikan dengan temuan dari Ban Kao. Ciri-ciri
tersebut antara lain ;
1.Bentuk
kepala bundar (brakifekal)
2.Muka
lebar dan gigi seri yang menembilang.
Pada temuan Ban Kao juga tampak
mutilasi gigi dalam bentuk pengasahan permukaan bibir gigi seri. Temuan-temuan
rangka di Indo-Cina juga menunjukan ciri mongoloid yang mongoloid yang lebih
dominan, meskipun ciri-ciri Australomelanesid, dengan komponen pertama lebih
dominan yang terlihat pada temuan-temuan di Malaysia, misalnya rangka-rangka
Gua Cha.
Berdasarkan hasil-hasil temuan
tersebut dapat diperkirakan bahwa penduduk masa bercocok tanam di Indonesia
bagian barat demikian pula keadaannya. Rangka manusia Megalitik dari Cacang
(Bali) menyokong pendapat ini karena giginya menunjukan ciri Mongoloid. Keadaan
Indonesia bagian timur berlainan. Bagian selatan dan timur lebih dipengaruhi
oleh unsur-unsur Australomelanesid. Disana tidak banyak perbedaan antara
manusia berburu tingkat lanjut dan masa perundagian. Keduanya tergolong
Australomelanesid.
v Kebudayaan Bacson-Hoabin
1. Kapak Genggam
Kapak genggam yang ditemukan didalam
bukit kerang dinamakan dengan pebble genggam
yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan pebble atau
kapak Sumatera (Sumatralith) sesuai dengan lokasi penemuannya yaitu di pulau
Sumatera. Bahan untuk membuat kapak tersebut berasal dari batu kali yang
dipecah-pecah.
2. Kapak Dari Tulang dan Tanduk
Di
sekitar daerah Nganding dan Sidorejo dekat Ngawi, Madiun (Jawa Timur) ditemukan
kapak genggam dan alat-alat dari tulang dan tanduk. Alat-alat dari tulang
tersebut bentuknya ada yang seperti belati dan ujung tombak yang bergerigi pada
sisinya. Adapun fungsi dari alat-alat tersebut adalah untuk mengorek ubi dan
keladi dari dalam tanah, serta menangkap ikan.
3. Flakes
Flakes berupa alat alat kecil terbuat
dari batu yang disebut dengan flakes atau alat serpih. Flakes selain terbuat
dari batu biasa juga ada yang dibuat dari batu-batu indah berwarna seperti
calsedon. Untuk mengetahui bentuk flakes maka amatilah gambar 4 berikut
ini.Flakes mempunyai fungsi sebagai alat untuk menguliti hewan buruannya,
mengiris daging atau memotong umbi-umbian. Jadi fungsinya seperti pisau pada
masa sekarang. Selain ditemukan di Sangiran flakes ditemukan di daerah-daerah
lain seperti Pacitan, Gombong, Parigi, Jampang Kulon, Ngandong (Jawa), Lahat
(Sumatera), Batturing (Sumbawa), Cabbenge (Sulawesi), Wangka, Soa, Mangeruda
(Flores).
III.
Sistem
teknologi dan peralatannya serta penyebarannya
Masa
bercocok tanam di Indonesia dimulai kira-kira bersama dengan berkembangnya
kemahiran mengumpan alat-alat batu mulai dikenalnya pembuatan gerabah. Tradisi
mengumpan alat-alat batu telah dikenal luas dikalangan penduduk di kepulauan
indonesia. Bukti-buktipenemuannya mempelihatkan tingkatan kronologis serta
hubungan dengan daratan asia tenggara. Alat-alat yang pada umumnya di asah
(diupam) ialah beliung dan kapak batu dan dibeberapa tempat pengumpaman juga
dilakukan pada mata panah dan mata tombak.
1. Beliung
persegi
Daerah penemuannya ialah meliputi
hampir di seluruh kepulauan indonesia terutama di bagian barat. Di luar
indonesia alat semacam ini juga ditemukan di Malaysia, Thailand, Vietnam,
Khmer, China, Taiwan, Filiphina, dan Polinesia.
Secara umum ciri-ciri beliung persegi sebagai
berikut :
·
Bentuknya memanjang dengan penampang
lintang persegi.
·
Seluruh bagiannya di umpam halus-halus,
keuali pada bagian pangkalnya sebagai tempat ikatan tangkai.
·
Tajamnya di buat dengan mengasah bagian
ujung permukaan bawah landai kearah
pinggir ujung permukaan atas.
·
Ukuran dan bentuknya bermacam-macam ,
tergantung pada penggunaannya.
·
Bahan batuan yang digunakan untuk
membuat beliung-beliung ini pada umumnya ialah batuan Rijang meliputi kalsedon, Agat(chert), Jaspis
dan beberapa jenis batuan lain.
·
Beliung di ikatkan secara melintang pada
puncak gagang yang menyiku.
Variasi-variasi lain dari beliung
persegi dapat diuraikan secara berikut :
·
Beliung bahu sederhana
Jenis
ini khusus ditemukan di kalumpang. Tangkainya dipersiapkan secara kasar dan
tidak serapi serta simetsris. Jenis
beliung sederhana ini juga ditemukan di Cina (secwan, Kwatung), jepang, taiwan,
dan filiphina (botel tobago).
·
Beliung atap
Tersebar
di jawa timur, bali, kepulauan maluku dan di luar Indonesia jenisnya di jumpai
di Polinesia Timur. Alat ini tebal dengan kedua sisi sampingnya miring kearah
permukaan bawah , sehingga membentuk penampang lintang membentuk trapezium.
2. Kapak
lonjong
Kapak lonjong ditemukan dalam
lapisan tanah yang berumur lebih kurang 8000 tahun. Secara umum, kapak lonjong
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
·
Bentuknya umunya lonjong dengan pangkal
agak runcing dan melebar pada bagian tajaman.
·
Bagian tajaman di asah dari dua arah dan
menghasilkan bentuk tajam yang simetris.
·
Bentuk penampang lintangnya berbentuk
lensa, lonjong, atau kebulatan.
·
Bahan batuan yang dipakai pada umunya
adalah batu kali yang bewarna kehitaman , seperti kapak-kapak batu yang sampai
sekarang masih dipergunakan di Irian.
·
Kapak lonjong kecil mungkin berguna
sebagai beda wasiat.
Daerah
penemuan kapak lonjong di Indonesia, hanya terbatas didaerah bagian bagian
timur yaitu : di Sulawesi, Flores, Maluiku,
Leti, Tanibar, dan Irian. Juga ditemukan di gua Nih, Serawak. Diluar
indonesia, kapak lonjong tersebar luas di Myanmar, China, Manchuria, Jepang,
Filiphina dan juga India.
3. Alat-alat
obsidian
Alat-alat yang khusus dibuat dari
batu kecubung (obsidian) berkembang sangat terbatas di beberapa tempat sja
seperti di jambi, dekat danau kerinci, disekitar danau bandung, di leles
(sekitar danau cangkuang) dekat garut, di Leuwiliang (bogor)
4. Mata
panah
Ada dua tempat penemuan yang
penting yaitu di jawa timur dan sulawesi selatan. Di jawa timur tempat
penemuannya yaitu di sampung (gua lawa), daerah tuban(gua gede dan kandang),
dan gua-gua kecil dibukit dekat tuban, di besuki (gua petpuruk), bojonegoro (gua
kramat dan lawang), punung(tersear di permukaan bukit-bukit kecil di song
agung, sembungan, gunung galuh) dll.
Ciri-ciri mata panah yang ditemukan
di jawa timur adalah sebagai berikut :
·
Bentuk umumnya segi tiga dengan bagian
basis bersayap dan cekung. Ada pula yang cembung atau kadang-kadang tidak
bersayap.
·
Ukur dan panjang antara 3-6 cm, lebar
basis 2-3 cm dengan ketebalan 1 cm
·
Bahannya dari batu gamping.
·
Seluruh bagiannya dikerjakan dengan amat
teliti. Dibagian ujung dan tajamnya
ditarah dari dua arah sehingga menghasilkan tajaman yang bergerigi.
Di sulawesi selatan ,
alat ini ditemukan dilapisan budaya toala dan tersebar di beberapa gua
dipegunungan kapur bone , yaitu digua gua cokokando , tomato kacicang, ara,
bola batu , saripa ,patae , batu ejaya,
panganreang tudea dan beberapa gua lain
Ciri ciri mata panah
disulawesi selatan sebagai berikut :
·
Terbuat dari batu kalsedon, kuarsa, dan
lain lain yang rata rata berukuran kecil dan tipis
·
Penyiapan bentuk tidak dilakukan pada
seluruh permukaan tetapi hanya pada bagian tajamnya saja
·
Tajamnya lebih banyak bergerigi
5. Gerabah
Bentuk gerabah di kandenglembu
dapat di ciri cirikan sebagai berikut :
·
Bentuknya sederhana sekali
·
Sebagian berupa frakmen tepian dan badan
dari periuk yang pada umumnya bentuknya membulat
·
Periuk dengan badan bergigir sangat
jarang kita jumpai
·
Sifat sifat individual tidak dapat
berkembang pada acara pembuatan gerabah dikandenglembu.
Di klada pua , kita kenal juga
gerabah yang lebih banyak dari pada di kandeng lembu , ciri cirinya sebagai berikut
:
·
Cara pembuatannya lebih baik
·
Cara pembakarannya kurang sempurna,
sehingga gerabah kladapua tak bertahan lama.
·
Gerabah ditemukan dalam keadaan rapuh
dan pecah hampir sebagian besar
permukaan gerabah kladapua telah terkikis sehingga pola hias yang pasti tidak
kita ketahui.
6. Alat
pemukul kulit kayu
Beberapa dari alat ini yang dibuat
dari batu ditemukan di Sulawesi Tengah ( kalumpang, minangasipaka, langkoka,
dan di poso ). Sebuah tipe dari alat ini berbentuk persegi panjang (panjang
lebih kurang 20cm) dan terdiri dari gagang dan bagian pemukul. Bagian untuk
memukul kulit kayu ini memuat jalur-jalur cekung yang sejajar. Alat yang
ditemukan di Ampah dan Minanga Sipaka termasuk tipe tersebut yang ujung
bagiannya meruncing ke atas menyerupai tanduk.
7. Perhiasan
Dalam masa bercocok taam perhiasan
perhuasan berupa gelang dari batu dan kulit kerang sudah di kenal. Perhiasan
seperti itu ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Dari beberapa temuan yang
ada proses pembuatannya belum selesai. Dari itu dapat kita ketahui sedikit cara
pembuatannya. Untuk membuat gelang itu bahan baqtu di pukul sehingga diperoleh
bentuk gepeng permukaan atas dan bawah yang rata kemudian di cekungkan dengan
cara memukul-mukul sampai akhirnya cekungan itu menjadi sebuah lubang dengan
cara menggosok dan mengasah dapat diperoleh gelang yang di kehendaki. Pembuatan
lebih lanjut dari sisi gelang dilakukan dengan batu asah yang berbentuk lonjong
meruncing dan terbuat dari batuan fosil kayu.
IV.
Sistem
kepercayaan
1. Konsepsi kepercayaan
Masyarakat bercocok tanam memiliki
ciri khas yang sesuai dengan perkembangan penemuan-penemuan baru. Timbul
anggapan bahwa tanah merupakan unsur penting dalam kehidupan. Hal inilah yang
membangkitkan gairah untuk lebih memanfaatkan kegunaan tanah selain penguasaan
terhadap bianatang-binatang yang akhirnya mulai dijinakkan. Nilai-nilai hidup
makin berkembang dan manusia pada waktu itu sudah tidak lagi menggantungkan
hidupnya pada alam, tetapi sudah menguasai alam lingkungan sekitar dan aktif membuat
perubahan-perubahan. Salah satu segi yang menonjol dalam masyarakat adalah
sikap terhadap alam kehidupan sesudah mati. Kepercayaan bahwa roh seseorang tidak
lenyap pada saat orang meninggal. Roh dianggap mempunyai kehidupan dialamnya
tersendiri setelah meninggal.
2.
Tradisi
Megalitik
Tradisi pendirian bangunan-bangunan
megalitik (mega berarti besar, lithos berarti batu) berdasarkan kepercayaan
akan adanya hubungan antara yang hidup dan yang mati, terutama kepercayaan akan
adanya pengaruh kuat dari yang telah mati terhadap
kesejahteraan masyarakat dan
kesuburan tanaman. Jasad dari seorang kerabat yang telah mati diabadikan dengan
mendirikan bangunan batu besar. Tradisi megalitik yang masih hidup saat ini
terdapat di Assam, Myanmar (suku naga, khasi dan isehim), dan beberapa daerah
di Indonesia (nias, flores dan sumba).
3.
Pengaruh
terhadap Perkembangan Masyarakat
Konsepsi pemujaan nenek moyang
melahirkan tata cara yang menjaga tingkah laku masyarakat di dunia fana supaya
sesuai dengan tuntutan hidup di dunia akhirat selain menambah kesejahteraan di
dunia fana. Batas antara segi profan dan segi sakral dalam kehidupan tidak
terlalu jelas. Rasa satu dengan alam menghasilkan karya yang dipandang sebagai
hasil seni yang berarti. Puncak dari karya-karya ini terdapat pada suatu masa
setelah masyarakat mengenal logam. Pendirian candi-candi di Indonesia merupakan
refleksi kelanjutan tradisi megalitik.
Kesimpulan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi membawa pengaruh yang luas di bidang perubahan. Perkembangan tersebut
merupakan rangkaian dari perkembangan yang pernah terjadi sebelunya. Dalam
sejarah dijelaskan pada awalnya , kehidupan masyarakat primitif yang hidup
sederhana. Mereka hidup dari hasil berburu dan mengumpulkan makanan sampai pada
masa bercocok tanam. Manusia primitif berkembang dan menjalankan pola bercocok
tanam. Seiring dengan berkembangnya peradaban, lalu kemudian berladang sampai
manusia mengenal yang namanya industri. Itu semua merupakan rangkaian sejarah
manusia yang berlangsung berdasarkan kronologinya, dan tidak berubah secara
begitu saja, namun ada tahap-tahap yang dijalaninya.
Daftar
pustaka:
·
Notosusanto,
N , dan Poesponegoro, M. (1993). Sejarah
Nasional Indonesia Jilid I. Jakarta: Balai Pustaka.
·
Soekmono,
R . 1957. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia I. Yogyakarta : Kanisius.
Komentar
Posting Komentar